Selasa, 28 April 2009

Semantik

Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain

Seperti yang telah dinyatakan bahwa Semantik berhubungan dengan ilmu yang lain. Semantik sebagai ilmu makna bukan hanya menjadi garapan Linguistik, melinkan juga menjadi pemikiran para filosof dan psikolog. Baik linguistik, filosofi, maupun psikologi menggunakan semantik sebagai salah satu pendekatan ilmunya.

Perbedaannya antara lain:
1.Seorang linguis tidak memperhatikan system bahasa dari sudut logika, misalnya dalam ekspresi berikut: Semua makhluk akan mati; sokrates adalah makhluk, sokrates akan mati.
Seorang linguis tidak akan mempersoalkan apa itu mati, sedangkan seorang filosof mempersoalkannya.
2.ada perbedaan antara tajam antara ilmu dan filsafat ilmu, karena itu pendekatannya dibedakan. Ilmuwan menjelaskan objeknya melalui rumus-rumus, dan definisi-definisi, sedangkan filosof berusaha agar penjelasan ilmiah itu dapat dimengerti (logis),
3.semantik sebagai ilmu mempelajari ilmu kemaknaan dalam bahasa sebagaimana adanya dan terbatas pada pengalaman manusia. Secara ontologis, semantik membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang ada pada ruang lingkup jangkauan penglaman manusia, sedangkan psikologi mempelajarigejala kejiwaan yang berada dalam jangkauan pemikiran manusia. Psikologi melihat gejala kebermaknaan jiwa atau gejala jiwa yang ditampilkan manusia, baik yang bersifat verbal maupun yang non verbal,

Seorang psikolog menjelaskan semantik dengan berbagai cara/ seorang psikolog mempelajari gejala kejiwaan manusia, mempelajari reaksi manusia baik melalui gejala verbal maupun non verbal. Sedangkan seorang linguis akan memusatkan perhatian kepada peristiwa kebahsaan (seperti yang dilihat, didengar, dan dibaca dalam kehidupan sehari-hari.

Ahli semantik, filosof, dan psikolog menggunakan bahasa sebagai alat. Bahasa berfunsi simbolik, emotif, dan afektif.

Dasar-dasar Jurnalistik 2

Tugas handout 3

1.Pilih satu salah tulisan yang terdapat pada sebuah majalah edisi berapa saja. Lalu tebak dan tentukan kira-kira kerangka tulisannya bagaimana?

Judul artikel : Larangan Haji Membentuk Disiplin. Artikel tersebut terdapat dalam kolom Bahasan Utama, Majalah Wanita Ummi 2008.

TOPIK//TESIS/MAKSUD TULISAN?
Menginformasikan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan ketika sedang melaksanakan ibadah haji.

MASALAH dan SUBTOPIK
MASALAH :
Mengapa larangan haji membentuk disiplin?

SUBTOPIK :
- Hikmah di balik larangan
- Waspadai kesalahn yang tak disadari

SIGNIFIKANSI/KEMAKNAWIAN
Agar pembaca mengetahui dan tidak melakukan larangan-larangan ketika sedang melaksanakan ibadah haji.

POLA TULISAN
(X) Kronologis ( ) Perbandingan

( ) Topikal ( ) Spasial ( ) Opini-Penalaran

( ) Induktif ( ) Deduktif ( ) Gabungan ( ) Prismatis

2.Anda sudah punya gagasan/bahan baku untuk menulis? Buatlah kerangka tulisan Anda berdasarkan kisi-kisi di atas!

TOPIK//TESIS/MAKSUD TULISAN?
Menginformasikan tentang tingkat kepedulian mahasiswa terhadap masalah politik yang sedang hangat-hangatnya di bicarakan.

MASALAH dan SUBTOPIK
MASALAH :
Bagaimana kepedulian mahasiswa terhadap masalah politik di Indonesia?
SUBTOPIK :
- Pemilu yang kurang tertib
- Mahasiswa yang kurang peduli terhadap hasil pemilu

SIGNIFIKANSI/KEMAKNAWIAN
Agar pembaca mengetahui tingkat kepedulian mahasiswa terhadap masalah politik di Indonesia.

POLA TULISAN
( ) Kronologis ( ) Perbandingan

( ) Topikal ( ) Spasial ( ) Opini-Penalaran

( ) Induktif ( ) Deduktif (X ) Gabungan ( ) Prismatis

Kamis, 23 April 2009

Dasar-dasar Jurnalistik

Tugas Handout 1

1.Coba, deh, tuliskan, sungguh-sungguhkah Anda ingin menjadi seorang penulis profesional? Lengkapi jawaban Anda dengan alasan yang rasional dan (boleh juga sedikit bumbu) emosional!

Menulis merupakan hal yang gampang-gampang susah, menurut saya. Semua orang bisa menulis selama ia sering berlatih. Selain berlatih, ia juga harus terus mengasah imajinasi dan memperlas wawasan untuk mendapatkan ide dan gagasan-gagasan yang menarik bagi tulisannya. Setidaknya itulah yang saya perhatikan dari kawan-kawan yang sudah sering menulis, baik itu menulis artikel, esai, cerpen, atau bahkan puisi. Ketika saya memperhatikan mereka, terkadang saya “iri” melihat mereka. Selain untuk menyalurkan hobi mereka, tulisan-tulisan yang mereka buat juga menghasilkan uang. Mereka mengirimkan hasil karya mereka ke media-media massa. Ketika tulisan mereka dimuat di media massa tersebut, mereka mendapatkan honorarium yang tentunya sangat lumayan bagi mahasiswa seperti kami. Tentunya selain mendapatkan uang, mereka juga mendapatkan kepuasan tersendiri karena tulisannya dapat dibaca dan dinikmati setiap orang.

Melihat semangat kawan-kawan saya dalam menulis, saya pun merasa termotivasi untuk menulis. Saya menyadari kemampuan saya yang minim tentang tulis menulis menjadi penghambat utama. Maka, untuk mengawali pembelajaran saya tentang tulis menulis, saya menulis puisi (yang menurut saya tidak terlalu membutuhkan banyak aturan tata bahasa). Saya menulis puisi untuk mengungkapkan perasaan saya. Menurut saya, puisi merupakan salah satu alat untuk mencurahkan semua perasaan yang saya rasakan sehari-hari. Awalnya saya merasa kurang percaya diri ketika melihat tulisan saya (yang menurut saya biasa saja) itu. Tapi banyak kawan saya yang memotivasi untuk mencoba mengirimkan puisi saya ke media. Akhirnya, (meskipun kurang percaya diri) saya mengirimkan beberapa puisi saya ke sebuah tabloid remaja. Tanpa disangka-sangka, beberapa bulan kemudian, saya mendapatkan wesel dari tabloid tempat saya mengirimkan puisi saya. Saya merasa kaget sekaligus senang, karena ternyata wesel itu adalah honorarium untuk satu puisi yang dimuat di tabloid tersebut. Setelah itu, saya jadi sering mengirimkan puisi-puisi saya (yang menurut saya biasa saja itu) ke tabloid tersebut. Alhasil, ada beberapa puisi yang kembali dimuat disana. Meskipun puisi saya hanya mampu menembus tabloid remaja itu saja, setidaknya saya merasa senang dan bangga karena ternyata saya bisa menulis dan tulisan saya bisa dibaca, serta diapresiasi oleh orang lain. Selain itu, puisi-puisi saya pun tak lagi hanya menjadi penghuni catatan harian saya saja.

Seorang penulis profesional tak hanya harus bisa menulis puisi, tapi juga harus bisa menulis karya-karya lain, seperti cerpen, artikel, maupun esai. Untuk menjadi penulis profesional, tentunya saya juga harus bisa menulis semua itu. Saya tidak akan pernah bisa menulis itu semua kalau saya tidak pernah mencobanya. Akhirnya, meskipun dengan tertatih-tatih dan menemukan banyak kesulitan, saya mulai belajar bagaiaman menulis cerpen dan artikel. Meskipun saya masih kurang percaya diri ketika menulis, setidaknya saya mempunyai keinginan yang besar untuk belajar dan menjadi penulis profesional. Saya percaya, kalau saya mau belajar dan berlatih, saya akan bisa menulis dan menjadi penulis profesional. Untuk bisa menulis, butuh proses yang tidak sebentar. Saya sedang berada dalam prose itu dan saya percaya saya bisa.

2.Apaya-upaya apa saja yang akan Anda lakukan untuk meraih predikat “penulis profesional” itu? Kegiatan harian? Kegiatan mingguan? Kegiatan bulanan? Kegiatan tahunan?

Saya yakin dan percaya, kalau kita tidak mencoba, maka kita tak akan pernah bisa. Begitupun menulis. Maka, dengan susah payah dan hanya berbekal semangat dan motivasi dari orang-orang di sekeliling saya, saya mulai mencoba menulis. Meskipun saya mengawali menulis sebuah karya dari menulis puisi, saya yakin dari sana saya bisa menulis apapun. Termasuk menulis karya ilmiah, seperti esai dan artikel, maupun makalah.

Aktifitas menulis merupakan aktifitas yang tidak akan pernah terpisah dari aktifitas membaca. Maka saya berusaha untuk mengawali aktifitas menulis dengan membaca terlebih dahulu. Saya berusaha untuk menjadi seorang “kutu buku”, meskipun terkadang saya suka mengalami rasa bosan dan lelah. Tapi setidaknya saya telah berusaha keras untuk sering membaca dan melawan rasa bosan itu dengan melakukan aktifitas lain yang bisa mengurangi rasa lelah saya dalam membaca.

Saat ini, saya sedang berusaha untuk “menyenangi” koran. Setidaknya koran merupakan salah satu referensi yang referen dalam proses kreatif saya ketika “menulis”. Selain itu, saya juga menjadi sering membaca novel-novel atau cerpen dan beberapa buku kumpulan puisi untuk mendukung kegiatan menulis karya sastra. Membaca berita-berita di internet dan mendengar maupun menonton berita di media elektronik juga bisa menambah wawasan untuk menambah kualitas tulisan kita agar lebih baik.

Meskipun waktu dari semua aktifitas itu tidak tersistematis (tidak ada waktu yang pasti kapan saya melakukan semua kegiatan itu), semua aktifitas itu hampir sering saya lakukan dalam proses belajar “menulis” yang saya lakukan. Saya berusaha untuk menjadi penulis professional. Tapi setidaknya, sebelum menjadi penulis professional, saya harus menjadi penulis yang baik dulu. Oleh karena itu, saya harus terus belajar dan berlatih.

Ketika sedang menulis (misalnya menulis artikel), terkadang saya mengalami kesulitan untuk mencari ide atau gagasan awal dari tulisan yang akan saya buat. Biasanya saya membaca artikel orang lain sebagai referensi. Setelah ide awal itu saya temukan, saya juga mengalami kesulitan dalam mengembangkan tulisan yang telah saya buat. Ketika otak saya sudah merasa buntu dan lelah, biasanya saya menghentikan tulisan saya dan menyegarkan dulu otak saya. Setelah pikiran saya sudah jernih, saya kembali melanjutkan tulisan saya itu. meskipun terkadang akhir dari tulisan saya menjadi kurang sinkron dengan tulisan awal saya.

3.Siapa penulis yang menjadi idola Anda? Mengapa dia? Berikan alasan yang cukup!

Saya mengidolakan J.K Rowling dengan “Harry Potter”nya. Dia memiliki imajinasi yang sangat luar biasa dalam menulis novel-novel Harry Potter yang fenomenal itu. Sekuel-sekuel Harry potter yang sudah difilmkan itu juga mampu menyihir para penikmat novel dan film di seluruh dunia. Selain itu, tokoh dan jalan cerita yang penuh imajinasi itu mampu menjadi daya tarik yang luar biasa, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Maka, sangat pantas jika J.K Rowling juga dianggap sebagai salah seorang “penulis dunia”.

Semantik

Cuci Gudang dan Cuci Mobil
- Apakah mencuci gudang?


Di sebuah toko, pada akhir tahun biasa terpasang iklan. Iklan tersebut berbunyi, “A Celluler sedang Cuci Gudang….Discount hingga 75 %”. Setelah membaca iklan tersebut tentu kita langsung mengerti kalau yang dimaksud dengan cuci gudang disitu bukan bermakna ‘mencuci atau membersihkan gudang dengan air agar bersih’ seperti halnya makna dari frasa-frasa lain yang menggunakan kata cuci, misalnya cuci mobil yang bermakna “membersihkan atau mencuci mobil agar bersih”. Begitupun dengan frasa cuci tangan dan cuci baju yang bermakna “mencuci atau membersihkan tangan dan baju agar bersih”.

Frasa cuci mobil, cuci tangan, dan cuci baju dibentuk oleh kata yang berkategori kata kerja (verba) dan kata benda (nomina), kata cuci merupakan kata yang berkategori verba dan kata mobil, tangan serta baju merupakan kata yang berkategori nomina. Begitupun dengan frasa cuci gudang. Apabila dilihat dari proses gramatikalnya, kata cuci gudang merupakan frasa yang dibentuk oleh kata cuci yang berkategori kata kerja (verba) dan gudang mata yang berkategori kata benda (nomina). Namun apabila dilihat dari konteks kalimat yang menggunakan frasa tersebut seperti kasus di atas, (makna leksikal kata cuci adalah ‘mencuci atau membersihkan dengan air’) makna kata cuci tersebut tidak sama dengan makna dari kata cuci yang berkombinasi dengan nomina mobil, tangan, dan baju. Makna dari frasa cuci gudang dalam kslimat tersebut adalah ‘menjual barang-barang di toko A Celluler dengan harga yang murah’. Tentunya makna tersebut tidak sesuai dengan makna yang seharusnya yaitu ‘mencuci atau membersihkan gudang dengan air agar bersih’ karena gudang tidak perlu dicuci atau dibersihkan dengan air agar bersih.

Dalam ilmu makna (Semantik), frasa cuci gudang dalam kasus tersebut merupakan frasa yang bermakna idiomatikal. Makna idiomatikal adalah makna ujaran atau satuan bahasa yang tidak dapat diprediksi dari makna leksikal atau makna gramatikalnya. Seperti yang telah diketahui bahwa cuci gudang dalam kalimat di atas bermakna ‘menjual barang-barang di toko A Celluler dengan harga yang murah’. Makna frasa tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan makna kata cuci dan makna leksikal gudang. Ujaran cuci gudang tersebut juga bukan sebuah satuan gramatikal, sebab bila sebuah satuan gramatikal, apabila kata cuci diberi prefiks me- sehingga menjadi mencuci gudang, tentunya bisa dipasifkan menjadi gudang dicuci. Satuan ujaran seperti cuci gudang dan cuci uang lazim disebut idiom.

Jadi, istilah cuci gudang disini merupakan sebuah idiom yang maknanya berbeda dengan makna leksikal dari setiap kata yang telah dikombinasikan tersebut. Artinya, makna cuci gudang bukan berarti ‘mencuci gudang dengan air agar bersih’, tetapi ‘menjual barang-barang yang dijual dengan harga murah’.

10 Januari 2009

Sosiolnguistik

1. Pengertian Sosiolinguistik

Pengertian sosiolinguistik menurut beberapa ahli diantaranya :

a. Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana 1978:94)
b. Sociolinguistics is the study of the characteristics of language variaties, the characteristics of their fungcions, and dhe characteristics of their speakers as these three constantly interact, change and change one another within a speech community (= sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur (J. A Fishman 1972:4)
c. Sosiolinguistiyek is the studie van taal en taalgebruik in the context van maatschapij en kultuur (= sosiolinguistik adalah kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan kebudayaan (Rene Appel, Gerad Hubert, Greus Meijer 1976:10)
d. Sociolinguistiek is subdisiplin van de taalkunde, die bestudert welke social factoren een rol spleen in het taalgebruik er welke taal spelt in her social verkeer (=sosiolinguistik adalah subdisiplin ilmu bahasa yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam penggunaan bahasa dan pergaulan sosial (G,E. Booij, J.G Kersten, dan H.J Verkuyl 1975:139)
e. Sosiolinguistics is the study of language in operation, it’s purpose is to investigate how the convention of the language use relate to otherawspects of social behaviour (=sosiolinguistik adalah kajian bahasa dalam penggunaannya, dengan tujuan untuk meneliti bagaimana konvensi pemakaian bahasa berhubungan dengan aspek-aspek lain dari tingkah laku sosial. ( C. Criper dan H.G. Widdowsom dalam J.P.B. Allen dan S. Piet Corder(ed.) 1975:156)
f. Sosiolinguistics is a developing subfield of linguistics which takes speech variation as it’s focus , viewing bvariation or it social contexr. Sosiolinguistics is concerned with the correlation between such social factors and linguistics variation (=Sosiolinguistik adalah pengembangan subbidang linguistic yang memfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta mengkajinya dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosia; itu dengan variasi bahasa. ( Nancy parrot Hickerson 1980:81).
g. Sosiolinguistik adalah pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan (Nababan 1984:2)


Sumber: Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta


2. Pandangan Sosiolinguistik Terhadap Bahasa

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu yang mempunyai kaitan yang sangat erat. Maka,untuk memahami apa sosiolinguistik itu perlu lebih dahulu di bicarakan apa yag dimaksud dengan sosilogi dan liguistik itu. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang berada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah sosial dalam suatu masyarakat akan diketahui cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bagaimana mereka bersosialisasi, dan menempatkan diri dalam tempatnya masing-masing di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia.
Di dalam kehidupannya bermasyarakat, sebenarnya manusia dapat juga menggunakan alat komunikasi lain , selain bahasa. Namun, tampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik, paling sempurna, dibandingka dengan alat-alat komunikasi lain, termasuk juga alat komunikasi yang digunakan para hewan.
Sosiolinguistik akan memberikan pedoman dalam berkomunikasi dengan menunjukan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa apa yang harus digunakan jika berbicara dengan orang tertentu. Kajian bahasa scara internal akan menghasilkan perian-perian bahasa secara objektif deskriptif, dalam bentuk sebuah buku tata bahasa.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal manusia, mempunyai aturan-aturan tertentu. Dalam penggunaannya sosiolingustik memberikan pengetahuan bagaimana cara menggunakan bahasa. Sosilinguistik menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa itu dalam aspek atau segi sosial tertentu.


Sumber: Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta


3. Masyarakat Bahasa
Pengertian masyarakat bahasa baik secara eksplisit maupun secara implisit antara lain :
1. Gumperz mengatakan dalam Giglio (1072:219) bahwa masyarakat bahasa adalah kelompok manusia yang ditandai adanya interaksi yang teratur dan sering dengan perantaraan perangkat tanda-tanda verbal yang dimiliki bersama dan bermula dari kelompok yang sama dengan perbedaan-perbedaan yang penting dalam pemakaian bahasa.
2. Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang pada tempat yang sama, berbicara ragam bahasa yang sama, atau bahasa baku yang sama (Hartman dan Stork, 1972:215).
3. Suatu masyarakat ujaran adalah suatu masyarakat yang semua anggotanya memiliki bersama paling tidak satu ragam ujaran dan normauntuk pemakaiannya yang cocok. Suatu masyarakat ujaran bias jadi sesempit satu jaringan interaksi tertutup, keseluruhan anggotanya menganggap satu dan yang lainnya berada dalam satu kapasitas (Fishman, 1972:22)
4. Suatu masyarakat ujaran adalah sekelompok orang yang satu sama lain bias saling mengerti seaktu mereka berbicara (Corder, 1973:50).
5. Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang menggunakan system tanda-tanda ujaran yang sama (Bloomfield, 1933:29).
6. Setiap bahasa membatasi satu masyarakat ujaran: keseluruhan kelompok orang yan brhubungan satu sama lainny, baik secara langsung maupun tidak langsung (Hocket, 1958:8).

Kalau suatu kelompok mempunyai verbal reportoir (bahasa dan ragam-ragamnya) yang relatif sama serta mereka memiliki penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka dapat dikatakan bahwa kelompok orang adalah sebuah masyarakat bahasa (masyarakat tutur/speech community). Jadi, masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa.
Masyaraklat bahasa adalah suatu masyarakat yang anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya (Fishman 1976:28). Sedangkan Bloomfield (1933:29) membatasi bahasan masyarakat bahasa dengan “sekelompok orang yang menggunakan system isyarat yang sama”. Batasan Bloomfield ini dianggap terlalu sempit oleh para ahli sosiolinguistik, sebab banyak orang yang menguasai lebih dari satu ragam bahasa dan di dalam masyarakat itu sendiri terdapat lebih dari satu bahasa. Sebaliknya batasan yang diberikan oleh Labov (1972:158) yang mengatakan :satu kelompok orang yang mempunyai norma yang sama mengenai bahasa’, dianggap terlalu luas dan terbuka.
Untuk dapat disebut masyarakat bahasa adalah adany perasaan di antara penuturnya bahwa mereka menggunakan bahasa yang sama (Djokokentjono 1982). Pada pokoknya masyarakat bahasa itu terbentuk karena adanya saling pengertian (mutual intelligibility), terutama karena adanya kebersamaan dalam kode-kode linguistik secara terinci dalam aspek-aspeknya, yaitu system bunyi, sintaksis dan semantick. Dalam saling pengertian itu ternyata ada dimensi sosialpeikologi yan subyektif.
Ada tiga jenis masyarakat ujaran, anata lain ;
1. sebahasa dan saling mrngrti,
2. sebahasa tapi tidak saling mengerti,
3. berbeda bahasa tapi saling mengerti.
Mereka yang saling tidak mengerti tapi sebahasa, adalah sangat memungkinkan tadinya ‘sebahasa dan kedua bahasa itu bias dianggap sebagai varian yang sudah mempunyai kemandirian. Yang berbeda bahasa tapi saling mengerti bias dianggap sebagai sebagai satu masyarakat ujaran karena mempuntai saling pengertian yang dalam sosialisasai meruakan jaminan bagi terciptanya komunikasi. Sedangkan mereka yang saling mengerti walau mreka berbeda bahasa, itu adalah interaksi. Dua bahasa yang berbeda ini bisa dianggap sebagai dua dialek atau varian dari bahasa yang sama.
Variasi Bahasa I

Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik. Sebagaimana Kridalaksana mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan.
Kridalaksana dengan mengutip dari pendapat Fishman mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasa dengan ciri dan fungsi dalam suatu masyarakat bahasa.
Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya bahasa Inggris yang digunakan oleh hamper di seluruh dunia.
Variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman bahasa sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Selain itu, variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beranekaragam. Kedua pandangan ini bisa saja diterima atau ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial.
Setiap masyarakat bahasa mempunyai langue yang sama. Mutual Intelligibility (saling pengertian) dalam proses bertutur kata . Melihat bahasa pada sudut langue akan akan dilihat sebagai satu keseragaman sosial. Kekayaan bersama.

4. Variasi Bahasa II
Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama variasi bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat iunteraksi dalam kegiatan masyarakat yang beranekaragam. Kedua pandangan ini dapat saja diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial.
Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004) membedakan variasi bahasa itu berdasarkan penutur dan penggunaannya. Berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa itu, dimana tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu digunakannya. Berdasatkan pengguaannya, berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya, danbagaimana situasi keformalannya.
- variasi bahasa dari segi penuturnya
Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominant adalah “warna’ suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya.
Variasi bahasa kedua berdasatkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relative, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tiggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional, atau dialek geografi.